"Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan" – Yohanes 9:22
Pexels.com |
Seorang laki-laki
terlahir dalam keadaan buta. Pada suatu hari ia bertemu dengan Yesus dan Yesus
menyembuhkannya. Laki-laki tersebut tidak lagi harus duduk dan meminta belas
kasihan orang seperti biasanya yang dia lakukan selama bertahun-tahun. Masa
depan yang lebih cerah menantinya, sesuatu yang tidak dapat dibayangkan
sebelumnya.
Tetapi orang-orang
Farisi mengabaikan ceritanya mengenai bagaimana Yesus menyembuhkannya. Didalam
pikiran mereka, merupakan hal yang tidak mungkin menyembuhkan seorang buta
terutama ketika dia terlahir dalam
keadaan seperti itu. Selain itu,
mereka membenci Yesus, dan ingin menjebaknya, bahkan menyalahkannya karena
menyembuhkan seseorang pada hari Sabat. Mereka tidak percaya pada lelaki itu,
sehingga mereka membawa orang tuanya untuk memastikan kejadian tersebut. Justru
bukannya mengkonfirmasi cerita anak mereka, mereka lebih memilih untuk bersikap
masa bodoh mengenai hal tersebut. Seolah-olah tidak ada hal yang istimewa,
bahkan hal tersebut sama sekali tidak mengganggu mereka.
Saudara-saudara
yang terkasih, melalui kehidupan Yesus di bumi ini, selain kebencian dari
pemimpin-pemimpian spiritual dan orang lain yang tidak mengenal-Nya, Dia juga
menghadapi pengkhianatan, penolakan, ketidakstabilan, dan keraguan dari
orang-orang yang sangat dekat dengan-Nya. Dikatakan, "Tidak masalah ketika
orang lain menyakiti kita, tetapi ketika seseorang yang dekat melakukan hal
tersebut, itu sangat menusuk hati." Ketika Yesus telah menyembuhkan orang
itu, Yesus juga menciptakan hubungan dengannya (Yohanes 9:35-39).
Lelaki itu
mengakui Yesus dengan ketulusan hati, tetapi orang tua laki-laki tersebut
berbeda.
Bagi Yesus,
konsistensi merupakan hal yang sangat penting. Dia bertanya kepada Petrus,
"Apakah kamu mengasihiku?" tiga kali setelah kebangkitannya (Yohanes
21:15-17). Dia menginginkan orang-orang Kristen untuk mencintai-Nya secara
pribadi dan dihadapan orang banyak. Berbicara mengenai konsistensi, saya bisa
memahaminya dari contoh sederhana tentang bagaimana cara ayah saya mencintai
ibu saya. Dia mencintai ibu saya ketika mereka sendirian maupun ketika mereka
di hadapan banyak orang. Terlepas dari anak-anak, kebutuhan ibu saya menjadi
hal yang utama (meskipun Ibu selalu memprioritaskan Ayah). Mereka terkenal di
kota kecil saya di Ambon - Indonesia. Pasangan tua yang senang berjalan-jalan
di sekitar kota menggunakan satu payung, tersenyum dan sibuk bercengkrama satu
dengan yang lain. Ayah saya sering memuji ibu di hadapan kami, anak-anak
mereka, dan di depan umum dengan wajah bersyukur dengan antusias tentang
bagaimana wanita yang berparas cantik ini telah menjadi teman setianya dalam
suka maupun duka. Jelas. Berani. Tanpa adanya kebingungan atau rasa malu
apalagi takut akan pikiran orang lain.
Orang tua lelaki
itu memahami bahwa Yesus tidak disukai oleh pemimpin Yahudi. Mujizat yang Yesus
lakukan kepada anak laki-laki mereka tidak mungkin dilakukan oleh manusia
biasa, kecuali Mesias yang melakukannya. Inilah tipe manusia yang lebih takut
kepada manusia dari pada Allah. Lebih khususnya lagi, mereka takut akan
dikeluarkan dari komunitas agama (dikeluarkan dari sinagoge), jika mereka
mengakui kuasa Yesus dan dengan demikian mereka mengkonfirmasi status-Nya
sebagai Mesias (ayat 22). Orang tua ini berkata, "Tanyakanlah padanya. Dia
sudah dewasa; dia akan berbicara untuk dirinya sendiri." Mereka bahkan
tidak memuji Allah, dan tidak menunjukkan rasa syukur kepada Yesus atas
anugerah yang luar biasa ini - anugerah penglihatan yang mungkin mereka
rindukan selama bertahun-tahun.
Apa yang akan dipikirkan Yesus tentang tindakan orang tua laki-laki yang dulunya buta itu? Bagaimana dengan kita? Apakah kita takut untuk menunjukkan identitas kita sebagai orang-orang Kristen? Apakah kita sering berbicara tentang karya Yesus dalam hidup kita dengan orang-orang yang ada di sekitar kita? Apakah dunia tahu bahwa kita mencintai-Nya? Mari kita konsisten baik secara pribadi maupun di hadapan umum untuk memuliakan satu-satunya Penyelamat, Yesus Kristus, dengan berani, dan dengan ketulusan. Amin.
Refleksi dari
Yohanes 9: 18 – 23 oleh Desire Litaay
(Dengarkan
podcastnya disini).
No comments:
Post a Comment