Tuesday, April 30, 2024

Indonesian version: Kemuliaan

Ia berkata : " Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." - Yoh 11:4

Pexels.com

Yoh 11:1-6

Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta. 2 Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya. 3 Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit." 4 Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." 5 Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. 6 Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada; 7 tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya : "Mari kita kembali lagi ke Yudea."

Kupu-kupu yang indah

Setiap saat saya jalan pagi, saya selalu memanfaatkan kesempatan untuk mengabadikan keindahan bunga-bunga di sepanjang jalan. Saat saya melakukannya, saya  secara tidak sengaja bertemu dengan beberapa kupu-kupu yang luar biasa indah. Mereka tidak hanya menarik tetapi juga bermanfaat bagi ekosistem kita. Mereka berfungsi sebagai penyerbuk, merupakan bagian dari rantai makanan, dan menunjukkan suatu lingkungan seimbang dan stabil. Supaya bisa berdampak demikian, kupu-kupu ini harus melewati suatu proses yang dinamakan metamorfosis yang berlangsung dari 2 sampai 6 minggu, tergantung pada spesies nya. _Metamorfosis_ , adalah kata dalam bahasa Yunani yang artinya transformasi atau berubah bentuk. Kupu-kupu harus melewati empat tahap dalam proses metamorfosis : telur, ulat, kepompong, dan dewasa. Metamorfosis mulai pada saat kupu-kupu betina bertelur pada tanaman inang. Pada tahap ulat, telur-telur ini menetas dan menjadi ulat; ulat-ulat kemudian makan banyak, tubuh mereka mengembang, dan mereka berganti kulit berkali-kali. Pada tahap kepompong, ketika ulat-ulat mencapai ukuran dewasa, mereka berhenti makan dan menjadi _kepompong_ dan mencari tempat yang aman untuk mengalami proses pertumbuhan sel. Pada tahap kupu-kupu dewasa, mereka siap untuk melihat dunia setelah bertumbuh sepenuhnya dan sayap-sayap mereka mengering.

Pada bacaan Alkitab hari ini, kita diperhadapkan pada kisah Lazarus dan kedua saudara kandungnya, Maria dan Marta. Mereka memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus; Yesus menghabiskan waktu bersama dengan mereka, Maria meminyaki Yesus dengan minyak wangi dan membasuh kaki-Nya dengan rambutnya, dan Yesus mengasihi mereka (Yoh 11:2; Lukas 10:38-42; Yoh 11:3-5). Kedua saudara perempuan ini mengirimkan pesan kepada Yesus memberitahukan-Nya tentang penyakit Lazarus. Menurut saya, dibalik pesan ini, mereka juga berharap bahwa Yesus akan datang segera dan menyembuhkannya. Akan tetapi, Yesus tidak segera datang. Yesus menunggu sampai dua hari dan akhirnya mengunjungi mereka. Ketika Yesus sampai di sana, Lazarus sudah dibaringkan di dalam kubur selama empat hari. Pada bagian ini menggambarkan bahwa, sama seperti Lazarus dan kedua saudara perempuannya, yang mengasihi dan dikasihi oleh Tuhan, kita, anak-anak Allah, tidak luput dari penderitaan: masalah, masalah kesehatan mental, sakit penyakit, dan kematian. Mengikut Yesus bukan berarti hidup kita mudah dan mulus, dan segala sesuatu yang kita inginkan pasti dikabulkan dalam sekejap. Untuk menjadi orang-orang Kristen, pengikut dan murid Kristus, kita dipanggil untuk menjadi tangguh dan kuat menghadapi penderitaan. Kita bukan dipanggil untuk menyerah dan menyalahkan orang serta keadaan dengan mudahnya. Akan tetapi, satu hal yang pasti bahwa Kasih-Nya, penyertaan, dan kekuatan disediakan bagi kita.

Seringkali dalam hidup kita, kita mungkin mengeluh dan bertanya, mengapa harus saya, Tuhan ? Mengapa saya harus mengalami ini ? Berapa lama saya akan dalam keadaan seperti ini ? Mengapa saya bertemu dengan orang-orang bermasalah ini? Mengapa semuanya sesulit ini? Dosa apa yang saya lakukan di masa lalu yang membuat saya mengalami keadaan-keadaan sulit ini? Kita mungkin terus menanyakan pertanyaan-pertanyaan mengapa yang tak ada habisnya.

Pada bacaan hari ini, Yesus nampaknya "menunda" kedatangan-Nya untuk datang menemui Lazarus dan saudara-saudara perempuan nya. Namun, ketika Yesus berkata, " ... tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan" (ayat 4). Ayat ini adalah pengingat yang bagus bahwa ada kesempatan dimana kemuliaan Tuhan dinyatakan dalam penderitaan kita. Saat-saat itu adalah waktu-waktu teduh untuk merefleksikan dan melihat kedalam diri kita. Saat-saat itu adalah kesempatan untuk menyembah Tuhan dengan sikap kita saat menghadapi penderitaan. Saat-saat itu adalah saat dimana Tuhan membuat kita menyadari akan dosa-dosa yang kita lakukan berulang kali. Itu adalah saat-saat dimana kita bergumul dengan pengalaman-pengalaman traumatis masa lalu yang kita perlu pulihkan bersama dengan Tuhan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang. Itu adalah saat-saat penyembahan untuk mengalami Tuhan secara pribadi, bukan berdasarkan pada apa yang orang katakan dan alami. Itu adalah momen mencari jati diri tentang siapa kita dihadapan Tuhan. Itu adalah titik refleksi untuk melihat bagaimana kita melihat diri kita di hadapan Tuhan di dalam cermin perspektif-Nya yang sempurna. Itu adalah pengalaman dan perjumpaan yang mencerahkan dengan Tuhan.

Dengan menggunakan analogi seekor kupu-kupu, kita, anak-anak Allah, diciptakan menjadi seperti kupu-kupu yang mempesona. Untuk menjadi indah dan berguna, kita harus mengalami suatu _metamorfosis_ atau transformasi untuk kemuliaan Tuhan. Transformasi bisa dalam berbagai cara. Seperti kupu-kupu, untuk mengalami transformasi, kita harus berakar kuat pada tanaman inang yang aman dan kokoh. Aman dalam kasih Tuhan, berakar kuat di dalam Tuhan. Kita harus terus makan makanan rohani dari firman Tuhan dan mendapat makanan rohani dari roti kehidupan. Kita harus siap menghadapi penderitaan yang dapat menjatuhkan kita. Pengalaman-pengalaman ini mungkin tidak mengenakkan, menyusahkan, dan menyakitkan. Kita mungkin ada dalam saat-saat paling gelap dan paling rendah dalam hidup kita. Penderitaan adalah bagian dari perjalanan hidup kita, perjuangan kita, dan saat-saat paling penting bersama Tuhan, dan penderitaan itu membangun serta menentukan siapa diri kita.

Mulailah berhenti bertanya mengapa saya. Mulailah berpikir dan melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan dalam keadaan-keadaan sulit ini. Mulailah merenungkan bagaimana untuk memuliakan Tuhan dalam penderitaan-penderitaan ini. Mulailah meminta dengan sungguh-sungguh lebih banyak hikmat dan kekuatan dalam menghadapi penderitaan karena kita dipanggil untuk menjadi lebih dari pemenang. " Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita (Roma 8:37). "

Refleksi dari Yoh 11:1-6 oleh Deisyi 

(Dengarkan podcastnya disini.)

Monday, April 29, 2024

Spanish version: Vida Eterna

Yo les doy vida eterna, y no perecerán jamás, y nadie los arrebatará de mi mano – Juan 10:28

 

Pexels.com

En aquel tiempo se celebraba en Jerusalén la Fiesta de la Dedicación. Era invierno, y Jesús caminaba en el templo, en el pórtico de Salomón. Los judíos se congregaron a su alrededor y le dijeron: "¿Hasta cuándo nos tendrás en suspenso? Si eres el Cristo, dínoslo claramente." Jesús les respondió: "Ya se los he dicho, pero ustedes no creen. Las obras que hago en nombre de mi Padre dan testimonio de mí, pero ustedes no creen porque no son de mis ovejas. Mis ovejas oyen mi voz, yo las conozco y ellas me siguen. Yo les doy vida eterna; nunca perecerán, y nadie las arrebatará de mi mano" (Juan 10:22-28).

Queridos hermanos y hermanas en Cristo, todos sabemos que cuando Jesús vivió en la tierra, muchas personas lo rechazaron. No aceptaron plenamente sus enseñanzas a pesar de los milagros que Jesús realizó ante sus ojos. Incluso mostró gran compasión y amor hacia ellos. Sin embargo, estaban espiritualmente ciegos y no podían entender las maravillas que Jesús hacía. Continuamente buscaban defectos en Él.

Lamentablemente, estos eran los judíos, “¡el pueblo escogido de Dios!”. Jesús vino a su propio pueblo, pero lo rechazaron en lugar de recibirlo con los brazos abiertos. No creían en sus enseñanzas, y peor aún, ¡no creían en Él!. Esperaban señales para demostrar que Él era el Mesías prometido (Juan 10:24).

Jesús dejó claro que solo sus ovejas reconocían su voz (Juan 10:26). Sus ovejas escuchan su voz y creen en Él sin dudar. Además, aseguró a sus ovejas que siempre estarían seguras en sus manos y les daría vida eterna (Juan 10:28). ¡Qué seguridad tenemos en Jesús!

En la reflexión de hoy, recordamos dos cosas importantes: primero, como creyentes en Jesús, debemos poner nuestra confianza en Él y en sus palabras. No seamos como los judíos que rechazaron a Jesús y sus enseñanzas a pesar de que estuvo con ellos durante mucho tiempo y no creyeron en Él.

Segundo, podemos regocijarnos en el Señor porque sabemos que estamos seguros en las manos protectoras de Dios. Jesús es el buen Pastor y nosotros somos sus ovejas.

En resumen, creamos en Jesús de todo corazón y Él estará siempre con nosotros, protegiéndonos de cualquier daño o mal porque somos sus amadas ovejas. Amén.

 

Reflexión sobre Juan 10: 22-42 por Linda

(Escucha el podcast aquí)


Gloria Dei | Glory of God | EN | IN | ES

He said, “This sickness is not unto death, but for the glory of God, that the Son of God may be glorified through it.” - John 11:4

Photo by Pexels.com

John 11: 1-6

Now a certain man was sick, Lazarus of Bethany, the town of Mary and her sister Martha. 2 It was that Mary who anointed the Lord with fragrant oil and wiped His feet with her hair, whose brother Lazarus was sick. 3 Therefore the sisters sent to Him, saying, “Lord, behold, he whom You love is sick.”4 When Jesus heard that, He said, “This sickness is not unto death, but for the glory of God, that the Son of God may be glorified through it.” 5 Now Jesus loved Martha and her sister and Lazarus. 6 So, when He heard that he was sick, He stayed two more days in the place where He was. 7 Then after this He said to the disciples, “Let us go to Judea again.”

Beautiful butterflies

Every time I do my morning walk, I mostly always take advantage of opportunities to capture the beauty of flowers on my way. In doing so, I come across some stunningly beautiful butterflies. They are not only attractive but also beneficial for our ecosystem. They serve as pollinators, are part of the food chain, and indicate a stable and balanced environment. To be that impactful, these butterflies should undergo a process called metamorphosis that lasts from 2 to 6 six weeks, depending on the species. Metamorphosis, the Greek word, which means transformation or change in shapeButterflies should go through four stages in the metamorphosis process: egg, larva, pupa, and adult. The metamorphosis starts when the female butterflies lay their eggs on host plants. In the larva stage, these eggs hatch and become caterpillars; these caterpillars eat a lot, their bodies expand, and their skins shed multiple times. In the pupa stage, when the caterpillars reach their full-grown size, they stop eating and become chrysalis and seek secured sites to undergo the process of cell growth. In the adult stage, they are ready to see the world after fully grown and their wings dry. 

In today’s Bible passage, we are exposed to the chronicle of Lazarus and his two siblings, Mary and Martha. They have an intimate relationship with Jesus; Jesus spends time with them, Mary anoints Jesus with fragrant oil and wipes His feet with her hair, and Jesus loves them (John 11:2; Luke 10:38-42; John 11: 3-5). These two sisters send a message to Jesus, notifying him of Lazarus’s ailment. I think that behind this message, they also hope that Jesus will come immediately and cure him. Yet, Jesus does not come right away. Jesus awaits for two days and eventually pays them a visit. When Jesus gets there, Lazarus has been laid in the tomb for four days. This passage puts in the picture that, like Lazarus and his two sisters, who love God and are loved by God, we, children of God, are not free from adversities: problems, mental health issues, sicknesses, and death. Following Jesus does not mean our lives will be easy and smooth, and everything we want will be granted to us in the blink of an eye. To be Christians, the followers and disciples of Christ, we are called to be tough and strong to face adversities. We are not called to give up and blame people and situations easily. We are called to be obedient. To obey God’s commands and words is not always easy. Nevertheless, one thing for sure is that His love, providence, and strengths are provided for us.  

Many times in our lives, we might complain and question, why should I, God? Why should I experience this? How long will I be in this situation? Why should I meet these problematic people? Why should things be this difficult? What sins did I commit in the past that made me deserve to face these troubling situations? We could keep asking our list of never-ending whys.

In today’s passage, Jesus seems to “postpone” his coming to see and visit Lazarus and his sisters. However, as Jesus said, “…… it is for God’s glory so that God’s Son may be glorified through it” (Verse 4). This verse is an excellent reminder that those are chances where God’s glory is glorified in our adversities. Those are silent times to reflect and see inside us. Those are opportunities to worship God with our attitudes towards adversities. Those are moments when God might make us aware of the sins we repeatedly commit. Those are occasions to work on the past traumatic experiences we should heal with God that influence how we interact with people. Those are worshipping times to experience God personally, not based on what people say or experience. Those are self-discovery momentum of who we are before God. Those are reflection junctures to see how we perceive ourselves before God in the perfect mirror of His perspective. Those are enlightening encounters and experiences with God. 

Utilizing the analogy of a butterfly, we, children of God, are created to be like enchanting butterflies. To be exquisite and beneficial, we should experience a metamorphosis or transformation for the glory of God. Transformation takes forms in many ways. Like butterflies, to experience transformation, we should be deeply rooted in a secure and robust host plant. Deeply secured in the love of God, deeply rooted in the Lord. We should keep eating spiritual food from God’s words and getting spiritual nourishment from the bread of life. We should be ready for adversities that can knock us to the ground. These experiences might be uncomfortable, troubling, and painful. We might be in the darkest hours and lowest points of our lives. Adversities are part of our journey, struggle, and most significant moments with God, and they construct and define who we are.

Start putting an end to question why should me. Start thinking and doing what God desires us to do in these troubling situations. Start pondering how to glorify God in these adversities. Start requesting earnestly more wisdom and strength to deal with these adversities because we are called to be more than conquerors.  “No, in all these things we are more than conquerors through him who loved us (Rome 8: 37)”.   

Reflection on John 11:1-6 by Deisyi

(Listen to podcast here)


Friday, April 26, 2024

Spanish: Ahora veo

"…una cosa sé: que yo era ciego y ahora veo". - Juan 9:25


Pexels.com

Este pasaje es realmente importante para entender cómo consideramos a las personas con grandes discapacidades físicas. En el pasado, la opinión de la gente era que estas personas eran culpables y que merecían su enfermedad.


Jesús dijo que vino a habitar entre los humanos para ayudar a la gente a resolver sus grandes problemas y juzgar a las personas. Para que crean y sean capaces de vivir una vida llena de felicidad. La gente piensa que está sana porque no tiene pecado.

 

El objetivo es centrar nuestra atención en creer en el Señor. Si sigues la fe en Dios podrás afrontar todos los problemas. Un hombre sin fe es como una hoja que se lleva el viento. Puede ir a cualquier parte, especialmente donde no hay amor ni felicidad. En otras palabras: en una situación donde Dios no está presente.

 

Otra interpretación podría ser que todo ser humano nace ciego y sólo cuando comienza a seguir al Señor, comienza a ver la luz que le da la fe y el amor en Dios. El Señor nos regala todo tipo de regalos. Tenemos que mantener el enfoque en hacer crecer el amor dentro de nosotros y difundir la palabra de Dios en todo el mundo para que alcancemos nuestro máximo potencial en la vida.

 

La palabra clave aquí es FE. Cree en el amor, la felicidad y la mentalidad positiva. Nos da la oportunidad de convertirnos en la expresión de Dios en el mundo. Amén

 

Reflexión sobre Juan 9:24-41 por Iván

(Escucha el podcast aquí)

Thursday, April 25, 2024

In Aeternum | Eternal life | Kehidupan

Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. – Yohanes 10:28


Pexels.com

 

Percayalah dan engkau akan diselamatkan

 

22 Tidak lama kemudian tibalah Hari Raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem. Ketika itu musim dingin. 23 dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. 24 Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami." 25 Yesus menjawab mereka: "Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, 26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. 27 Domba-dombaku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan-Ku. 

 

Saudara-saudaraku yang terkasih dalam Kristus, kita semua tahu bahwa ketika Yesus hidup di bumi, ada begitu banyak orang yang menolak-Nya. Mereka tidak sepenuh hati menerima ajaran-Nya meskipun Yesus telah melakukan begitu banyak mujizat tepat di depan mata mereka! Yesus bahkan menunjukkan begitu besar kasih dan cinta-Nya kepada mereka.  Namun, mereka buta secara spiritual, mereka melihat semua hal besar yang telah dilakukan Yesus tetapi tidak bisa memahaminya. Mereka terus menerus mencari cara untuk menemukan kesalahan pada-Nya.

 

Sayangnya, mereka adalah orang-orang Yahudi, yang merupakan umat pilihan Allah! Yesus datang kepada umat pilihan-Nya tetapi mereka melawan-Nya bukannya menyambut-Nya dengan tangan terbuka. Mereka tidak percaya pada ajaran-Nya dan yang lebih buruk dari itu, mereka tidak percaya kepada-Nya! Mereka mengharapkan tanda dari-Nya untuk membuktikan bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan (Yohanes 10: 24).

 

Tetapi Yesus dengan jelas menunjukkan kepada mereka bahwa hanya domba-Nya yang mengenali suara-Nya (Yohanes 10:26). Domba-domba-Nya mendengar suara-Nya dan karena itu, percaya kepada-Nya tanpa ragu-ragu. Selanjutnya, dalam bagian ini Yesus meyakinkan domba-domba-Nya bahwa mereka akan selalu aman di dalam tangan-Nya, Dia akan memberikan hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yohanes 10:28). Betapa besar jaminan yang kita miliki dalam Yesus!

 

Dari refleksi hari ini, kita diingatkan mengenai dua hal penting, yaitu: 

Pertama, sebagai orang yang percaya kepada Yesus kita harus menaruh kepercayaan kita pada Yesus, percaya pada-Nya dan firman-Nya tanpa keraguan. Jangan seperti orang Yahudi yang menolak Yesus dan pengajaran-Nya meskipun Yesus telah bersama-sama dengan mereka dalam waktu yang cukup lama tetapi mereka tetap tidak percaya kepada-Nya. 

Kedua, kita boleh bersukacita didalam Tuhan karena kita tahu pasti kita selalu aman di dalam tangan perlindungan Tuhan karena Yesus adalah Gembala yang baik dan kita adalah domba-domba-Nya. 

 

Sederhananya, marilah kita percaya kepada Yesus dengan sepenuh hati dan Dia akan selalu bersama kita, melindungi kita dari segala bahaya atau kejahatan karena kita adalah domba-domba kesayangan-Nya. Amin. 


Refleksi dari Yohanes 10: 22-42 oleh Linda

(Dengarkan podcast disini)

 


In Aeternum | Eternal life | EN | IN | ES

I give them eternal life, and they will never perish, and no one will snatch them out of my hand - John 10:28

Photo by Pexels.com

Believe and you'll be saved

22 At that time the Feast of Dedication took place at Jerusalem. It was winter, 23 and Jesus was walking in the temple, in the colonnade of Solomon. 24 So the Jews gathered around him and said to him, "How long will you keep us in suspense? If you are the Christ, tell us plainly." 25 Jesus answered them, "I told you, and you do not believe. The works that I do in my Father's name bear witness about me, 26 but you do not believe because you are not among my sheep. 27 My sheep hear my voice, and I know them, and they follow me. 28 I give them eternal life, and they will never perish, and no one will snatch them out of my hand. 

My dear brothers and sisters in Christ, we all know that when Jesus lived on earth, there were so many people who rejected Him. They didn't wholeheartedly accept His teachings although Jesus had done so many miraculous things right before their eyes! Jesus even showed His great compassion and love to them. Nevertheless, they were spiritually blind, they saw all the great things Jesus had done but couldn't understand them. They incessantly looked for ways to find fault in Him. 

Sadly though, they were the Jews, who were actually God's chosen people! Jesus came to His chosen people but they were against Him instead of welcoming Him with open arms. They didn't believe in His teachings and worse than that, they didn't believe Him! They were expecting signs from Him to prove that He is the promised Messiah (John 10:24).

But Jesus clearly pointed out to them that only His sheep recognized His voice (John 10: 26). His sheep hear His voice and therefore, believe in Him without any doubt. Furthermore, in this passage Jesus convinced His sheep that they will always be safe in His hands, He will give eternal life to those who believe in Him (John 10:28). What a fixed assurance we have in Jesus! 

From today's reflection we are reminded of two important things, they are: first, as believers in Jesus we have to put our trust in Jesus, believe in Him and His words undoubtedly. Don't be like the Jews who rejected Jesus and His teachings although Jesus had been with them for quite a long time but they still didn't believe in Him.
Second, we may rejoice in the Lord because we know for sure that we are forever safe in God's protective hands because Jesus is the good Shepherd and we are His sheep. 

Simply put, let us believe in Jesus wholeheartedly and He will forever be with us, protect us against any harm or evil because we are His beloved sheep. Amen 

Reflection on John 10 : 22-42 by Linda
(Listen to podcast here)

Tuesday, April 23, 2024

Indonesian: Melihat

" Satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat." - Yoh 9:25

Pexels.com

Bagian ini sungguh penting untuk dimengerti bagaimana kita memandang orang yang memiliki kecacatan fisik yang besar. Di waktu lampau, orang menganggap bahwa orang-orang ini bersalah dan bahwa mereka layak menderita sakit.

Yesus berkata bahwa Dia datang untuk menolong orang mengatasi masalahnya dan menghakimi mereka. Sehingga mereka percaya dan dapat menjalani hidup penuh dengan kebahagiaan. Orang beranggapan bahwa mereka sehat karena mereka tidak berdosa.

Fokus kita adalah percaya kepada Tuhan. Jika kamu beriman kepada Tuhan, kamu dapat menghadapi setiap masalah. Seseorang yang tidak memiliki iman sama seperti selembar daun yang dihembus oleh angin. Dia dapat pergi kemana saja khususnya di tempat-tempat yang tidak ada kasih dan kebahagiaan. Dengan kata lain, di tempat dimana Tuhan tidak hadir 

Terjemahan lain adalah bahwa setiap manusia terlahir buta dan hanya ketika dia memutuskan untuk mengikut Tuhan, dan lewat sakramen, dia mulai dapat melihat cahaya yang didapatkannya oleh iman dan cinta akan Tuhan. Tuhan memberikan kepada kita hadiah. Kita harus tetap fokus menumbuhkan kasih di dalam diri kita dan menyebarkan firman Tuhan keseluruh dunia supaya kita mendapatkan hidup sepenuhnya. 

Kata kunci nya di sini adalah IMAN. Percayalah pada kasih, kebahagiaan, cara berpikir positif. Hal ini memberikan kepada kita kesempatan untuk menjadi saksi Allah di dunia. Amin

Refleksi dari Yoh 9:24-41 oleh Ivan

(Dengarkan podcastnya disini.)

Monday, April 22, 2024

Now I see | EN | ID | ES

Encuentra la versión en Español 👉 Aquí

Indonesian version  👉 Here 


"One thing I do know: that though I was blind, now I see." -John 9:25

Photo by Pexels.com


This passage is really important to understand how we consider people with big physical disabilities. In the past, people's opinion was that these people were guilty and that they deserve their illness.

Jesus said that he came among the humans to help people to solve their big problems and judge people. So that they believe and are able to live a life full of happiness. People think they are healthy because they are without sins.

The focus is on believing in the Lord. If you follow the faith in God you can face every problem. A man without faith is like a leaf that the wind blows. It can go everywhere especially where there aren't love and happiness. In other words: in a situation where God is not present. 

Another interpretation could be that every human is born blind and only when he starts to follow the Lord, and through sacraments, he starts to see the light given by the faith and love in God. The Lord gift us every kind of present. We have to keep the focus on growing love inside us and spread the word of God worldwide in order to get our life to the fullest possible. 

The key word here is FAITH. Believe in love, happiness, positive mindset. It give us the opportunity to become the expression of God in the world. Amen

Reflection on  John 9:24-41 by Ivan
(Listen to podcast  here )

Spanish: Miedo

"Sus padres decían esto porque tenían miedo de los líderes judíos, que ya habían decidido que cualquiera que reconociera que Jesús era el Mesías sería expulsado de la sinagoga". – Juan 9:22 (NVI)


Pexels.com

Un hombre nació ciego. Un día conoció a Jesús, quien lo curó. Ya no tuvo que sentarse y suplicar clemencia a la gente como solía hacer durante años. Un futuro mejor le aguardaba, algo que antes ni siquiera podía imaginar.

Sin embargo, los fariseos ignoraron su testimonio sobre cómo Jesús lo había sanado. En sus mentes, era impensable curar a un ciego, especialmente uno de nacimiento. Además, odiaban a Jesús y buscaban tenderle una trampa, acusándolo de sanar en sábado. Desconfiaron del relato del hombre y llevaron a sus padres para confirmarlo. Pero en lugar de respaldar la historia de su hijo, optaron por actuar con ignorancia, como si no fuera nada especial o incluso les molestara.

Queridos hermanos y hermanas, a lo largo de la vida terrenal de Jesús, además del odio de los líderes religiosos y de aquellos que no lo conocían, también enfrentó traiciones, negaciones, inestabilidad y dudas incluso de sus seguidores más cercanos. Se dice que el dolor es más profundo cuando proviene de alguien cercano. Cuando Jesús sanó a este hombre, también estableció una conexión personal con él (Juan 9:35-39). El hombre reconoció a Jesús de todo corazón, pero sus padres reaccionaron de manera diferente.

Para Jesús, la coherencia es fundamental. Después de su resurrección, le preguntó a Pedro: "¿Me amas?" tres veces (Juan 21:15-17). Desea que los cristianos lo amen tanto en privado como en público. En cuanto a la coherencia, puedo ilustrarlo con un humilde ejemplo de cómo mi padre ama a mi madre. Él le muestra su amor tanto en privado como en público. Aparte de los hijos, las necesidades de ella son su prioridad (aunque mamá siempre pone primero las de papá). Son conocidos en mi pequeña ciudad natal en Ambon, Indonesia, como una pareja de ancianos que pasean por la ciudad tomados de la mano, sonriendo y conversando. Él la elogia frente a nosotros, sus hijos, y en público, con gratitud y entusiasmo por tener a esta maravillosa dama como compañera en todas las situaciones. Es claro, audaz, sin confusión ni timidez, y sin temor al juicio de los demás.

Los padres del hombre comprendieron que los líderes judíos desaprobaban a Jesús. Sabían que el milagro realizado en su hijo era imposible para los seres humanos, a menos que fuera realizado por el Mesías. Pero se mostraron temerosos de ser expulsados de la comunidad religiosa si reconocían el poder de Jesús y confirmaban su identidad como el Mesías (versículo 22). Por eso, dijeron: "Pregúntale a él; es mayor y puede hablar por sí mismo". Sin embargo, no mostraron gratitud hacia Dios ni reconocieron el don maravilloso de la vista que su hijo había recibido.

¿Qué pensaría Jesús sobre la actitud de los padres del hombre que antes era ciego? Y nosotros, ¿tenemos miedo de mostrar nuestra identidad como cristianos? ¿Hablamos con frecuencia sobre la obra de Jesús en nuestras vidas con quienes nos rodean? ¿Sabe el mundo que lo amamos? Seamos coherentes en privado y en público para glorificar a nuestro único Salvador, Jesucristo, con audacia, valentía y sinceridad. Amén.

Reflexión sobre Juan 9:18-23 por Desire Litaay

((Escucha el podcast aqui)


Thursday, April 18, 2024

Spanish: La luz del mundo

Mientras estoy en el mundo, soy la luz del mundo" - Juan 9:5


Pexels.com


Un hombre que nació ciego recibe la vista – Juan 9:1-12

Al pasar Jesús, vio a un hombre ciego de nacimiento. 2 Y sus discípulos le preguntaron, diciendo: Rabí, ¿quién pecó, este o sus padres, para que naciera ciego? 3 Jesús respondió: Ni este pecó, ni sus padres; sino que está ciego para que las obras de Dios se manifiesten en él. 4 Nosotros debemos hacer las obras del que me envió mientras es de día; la noche viene cuando nadie puede trabajar. 5 Mientras estoy en el mundo, yo soy la luz del mundo. 6 Habiendo dicho esto, escupió en tierra, e hizo barro con la saliva y le untó el barro en los ojos, 7 y le dijo: Ve y lávate en el estanque de Siloé (que quiere decir, Enviado). Él fue, pues, y se lavó y regresó viendo. 8 Entonces los vecinos y los que antes le habían visto que era mendigo, decían: ¿No es este el que se sentaba y mendigaba? 9 Unos decían: Él es; y otros decían: No, pero se parece a él. Él decía: Yo soy. 10 Entonces le decían: ¿Cómo te fueron abiertos los ojos? 11 Él respondió: El hombre que se llama Jesús hizo barro, lo untó sobre mis ojos y me dijo: «Ve al Siloé y lávate». Así que fui, me lavé y recibí la vista. 12 Y le dijeron: ¿Dónde está Él? Él dijo*: No sé.

Reflexión

Reflexionando sobre el Evangelio, donde nuestro Señor responde a la pregunta de los discípulos sobre la causa de la ceguera del hombre: "Ni éste pecó ni sus padres; nació ciego para que las obras de Dios se revelen en él. Debemos hacer las obras del que me envió mientras es de día; viene la noche, cuando nadie puede trabajar, mientras yo esté en el mundo, yo soy la luz del mundo".

En mi propio camino hacia la recuperación de la depresión clínica y los pensamientos suicidas, me he encontrado con amigos cristianos bien intencionados. Estos amigos me instaron a orar más o a leer más las Escrituras. Ellos no entendían que existen factores espirituales, biológicos y sociales que afectaban mi salud mental. Me causaba más daño asumir que mis problemas de salud mental se debían a un defecto espiritual sin considerar los otros factores en mi vida.

Como oración y adoración final, ofrezco este hermoso himno de adoración llamado "Bendiciones". Esta canción me recuerda que a veces las bendiciones vienen en forma de pruebas y sufrimiento. Amén.

 

Bendiciones

Youtube: https://youtu.be/XQan9L3yXjc?si=00w180M4kEf0iHNR

Cantante: Laura Story

Copyright: Bendiciones, letras © Capitol CMG Publishing, Universal Music Publishing Group, Warner Chappell Music, Inc

 

Reflexión sobre Juan 9:1-12 por Chris Tan

(Escucha el podcast aquí)

Wednesday, April 17, 2024

Indonesian | Takut

"Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan" – Yohanes 9:22 


Pexels.com


Seorang laki-laki terlahir dalam keadaan buta. Pada suatu hari ia bertemu dengan Yesus dan Yesus menyembuhkannya. Laki-laki tersebut tidak lagi harus duduk dan meminta belas kasihan orang seperti biasanya yang dia lakukan selama bertahun-tahun. Masa depan yang lebih cerah menantinya, sesuatu yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.

Tetapi orang-orang Farisi mengabaikan ceritanya mengenai bagaimana Yesus menyembuhkannya. Didalam pikiran mereka, merupakan hal yang tidak mungkin menyembuhkan seorang buta terutama ketika dia terlahir dalam  keadaan  seperti itu. Selain itu, mereka membenci Yesus, dan ingin menjebaknya, bahkan menyalahkannya karena menyembuhkan seseorang pada hari Sabat. Mereka tidak percaya pada lelaki itu, sehingga mereka membawa orang tuanya untuk memastikan kejadian tersebut. Justru bukannya mengkonfirmasi cerita anak mereka, mereka lebih memilih untuk bersikap masa bodoh mengenai hal tersebut. Seolah-olah tidak ada hal yang istimewa, bahkan hal tersebut sama sekali tidak mengganggu mereka.

Saudara-saudara yang terkasih, melalui kehidupan Yesus di bumi ini, selain kebencian dari pemimpin-pemimpian spiritual dan orang lain yang tidak mengenal-Nya, Dia juga menghadapi pengkhianatan, penolakan, ketidakstabilan, dan keraguan dari orang-orang yang sangat dekat dengan-Nya. Dikatakan, "Tidak masalah ketika orang lain menyakiti kita, tetapi ketika seseorang yang dekat melakukan hal tersebut, itu sangat menusuk hati." Ketika Yesus telah menyembuhkan orang itu, Yesus juga menciptakan hubungan dengannya (Yohanes 9:35-39).

Lelaki itu mengakui Yesus dengan ketulusan hati, tetapi orang tua laki-laki tersebut berbeda.

Bagi Yesus, konsistensi merupakan hal yang sangat penting. Dia bertanya kepada Petrus, "Apakah kamu mengasihiku?" tiga kali setelah kebangkitannya (Yohanes 21:15-17). Dia menginginkan orang-orang Kristen untuk mencintai-Nya secara pribadi dan dihadapan orang banyak. Berbicara mengenai konsistensi, saya bisa memahaminya dari contoh sederhana tentang bagaimana cara ayah saya mencintai ibu saya. Dia mencintai ibu saya ketika mereka sendirian maupun ketika mereka di hadapan banyak orang. Terlepas dari anak-anak, kebutuhan ibu saya menjadi hal yang utama (meskipun Ibu selalu memprioritaskan Ayah). Mereka terkenal di kota kecil saya di Ambon - Indonesia. Pasangan tua yang senang berjalan-jalan di sekitar kota menggunakan satu payung, tersenyum dan sibuk bercengkrama satu dengan yang lain. Ayah saya sering memuji ibu di hadapan kami, anak-anak mereka, dan di depan umum dengan wajah bersyukur dengan antusias tentang bagaimana wanita yang berparas cantik ini telah menjadi teman setianya dalam suka maupun duka. Jelas. Berani. Tanpa adanya kebingungan atau rasa malu apalagi takut akan pikiran orang lain.

Orang tua lelaki itu memahami bahwa Yesus tidak disukai oleh pemimpin Yahudi. Mujizat yang Yesus lakukan kepada anak laki-laki mereka tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa, kecuali Mesias yang melakukannya. Inilah tipe manusia yang lebih takut kepada manusia dari pada Allah. Lebih khususnya lagi, mereka takut akan dikeluarkan dari komunitas agama (dikeluarkan dari sinagoge), jika mereka mengakui kuasa Yesus dan dengan demikian mereka mengkonfirmasi status-Nya sebagai Mesias (ayat 22). Orang tua ini berkata, "Tanyakanlah padanya. Dia sudah dewasa; dia akan berbicara untuk dirinya sendiri." Mereka bahkan tidak memuji Allah, dan tidak menunjukkan rasa syukur kepada Yesus atas anugerah yang luar biasa ini - anugerah penglihatan yang mungkin mereka rindukan selama bertahun-tahun.

Apa yang akan dipikirkan Yesus tentang tindakan orang tua laki-laki yang dulunya buta itu? Bagaimana dengan kita? Apakah kita takut untuk menunjukkan identitas kita sebagai orang-orang  Kristen? Apakah kita sering berbicara tentang karya Yesus dalam hidup kita dengan orang-orang yang ada di sekitar kita? Apakah dunia tahu bahwa kita mencintai-Nya? Mari kita konsisten baik secara pribadi maupun di hadapan umum untuk memuliakan satu-satunya Penyelamat, Yesus Kristus, dengan berani, dan dengan ketulusan. Amin.

Refleksi dari Yohanes 9: 18 – 23 oleh Desire Litaay

(Dengarkan podcastnya disini). 


Tuesday, April 16, 2024

Indonesian: Terang Dunia

" Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia " - Yohanes 9 : 5

Pexels.com



Orang yang buta sejak lahirnya, akhirnya dapat melihat - Yohanes 9 : 1-12

9: 1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.

9:2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"

9:3 Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.

9:4 Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.

9:5 Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."

9:6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi

9:7 dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.

9:8 Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: "Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?"

9:9 Ada yang berkata: "Benar, dialah ini." Ada pula yang berkata: "Bukan, tetapi ia serupa dengan dia." Orang itu sendiri berkata: "Benar, akulah itu."

9:10 Kata mereka kepadanya: "Bagaimana matamu menjadi melek?"

9:11 Jawabnya: "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat."

9:12 Lalu mereka berkata kepadanya: "Di manakah Dia?" Jawabnya: "Aku tidak tahu."

Refleksi dari ajaran ini, dimana Tuhan menjawab pertanyaan murid-murid tentang apa penyebab orang tersebut buta : " Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang ; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia. "

Dalam perjalananku sembuh dari depresi klinis dan pikiran-pikiran untuk bunuh diri, saya telah bertemu dengan teman-teman kristen yang beritikad baik. Teman-teman ini mendesak saya untuk lebih banyak berdoa dan membaca lebih banyak alkitab. Mereka ada tanpa mengerti bahwa ada faktor-faktor sosial, biologi, dan spiritual yang mempengaruhi kesehatan mental saya. Lebih menyakitkan lagi untuk mengasumsikan bahwa tantangan-tantangan kesehatan mental saya disebabkan oleh kecacatan spiritual tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain dalam hidup saya. 

Sebagai doa dan pujian penutup, saya berikan lagu pujian yang indah ini _Blessings_. Lagu ini mengingatkan saya bahwa terkadang berkat datang dalam bentuk pencobaan dan penderitaan. Amin. 

 *Blessings*

Verse 1

We pray for blessings

We pray for peace

Comfort for family, protection while we sleep

We pray for healing, for prosperity

We pray for Your mighty hand to ease our suffering

And all the while, You hear each spoken need

Yet love is way too much to give us lesser things.

Chorus

'Cause what if your blessings come through raindrops?

What if Your healing comes through tears?

What if a thousand sleepless nights

Are what it takes to know You're near?

And what if trials of this life are Your mercies in disguise?

Verse 2

We pray for wisdom

Your voice to hear

And we cry in anger when we cannot feel You near

We doubt Your goodness, we doubt Your love

As if every promise from Your Word is not enough

And all the while, You hear each desperate plea

And long that we'd have faith to believe.

 

Repeat Chorus

Verse 3

When friends betray us

And when darkness seems to win

We know that pain reminds this heart

That this is not, this is not our home

It's not our home

 

Repeat Chorus

 

Ending

What if my greatest disappointments

Or the aching of this life

Is the revealing of a greater thirst this world can't satisfy

And what if trials of this life

The rain, the storms, the hardest nights

Are Your mercies in disguise?


Singer: Laura Story

Copyright: Blessings lyrics © Capitol CMG Publishing, Universal Music Publishing Group, Warner Chappell Music, Inc

Refleksi dari Yohanes 9:1-12 oleh Chris Tan

Dengarkan podcast nya disini.)